STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 73/PUU-XII/2014 TENTANG MEKANISME PEMILIHAN PIMPINAN RNDEWAN PERWAKILAN RAKYAT BESERTA ALAT RNKELENGKAPANNYA

Dublin Core

Title

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 73/PUU-XII/2014 TENTANG MEKANISME PEMILIHAN PIMPINAN RNDEWAN PERWAKILAN RAKYAT BESERTA ALAT RNKELENGKAPANNYA

Description

ABSTRAKCICI AMBIYAPUTRI :2015STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 73/PUU-XII/2014 TENTANG MEKANISME PEMILIHAN PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT BESERTA ALAT KELENGKAPANNYA.Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh(iv, 76), pp.,tabl,bibl.,app(Prof. Dr. EDDY PURNAMA S.H., M.Hum.)Dewan Perwakilan Rakyat (yang selanjutnya disebut DPR) adalah salah satu lembaga negara yang keberadaannya diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945). Penguatan lembaga legislatif adalah sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang menjalankan pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi ditangan rakyat. DPR adalah keterwakilan rakyat yang hadir di dalam suatu pemerintahan dalam bentuk tidak lansung (indirect democracy), yang pemilihannya dilakukan secara berkala melalui pemilu.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam menjatuhkan putusan terhadap permohonan a quo dan melakukan analisa konsekuensi yuridis terhadapan putusan a quo. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan pendekatan secara yuridis normatif dengan tehnik pengumpulan data yaitu penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini mengandalkan pada data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Untuk klarifikasi terhadap data-data tersebut juga dilakukan wawancara dengan para nara sumber pakar hukum tata negara. Terhadap kedua data tersebut metode analisis yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) telah memutuskan menolak semua permohonan untuk seluruhnya. Menurut penelitian yang telah saya lakukan UU No. 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tersebut baik secara materiil maupun formil cacat hukum karena tidak sesuai dengan beberapa Pasal dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan (selanjutnya disebut UU P3), pelanggaran Tata Tertib DPR Tahun 2009-2014 dan bertolak belakang dengan beberapa Putusan MK terkait kewengan Dewan Perwakilan Rakyat serta dan terkait keterwakilan perempuan (affirmative action). Putusan yang dijatuhkan oleh MK merupakan putusan bersifat final dan mengikat. Sehingga tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun terhadap putusan tersebut. Penulis berharap DPR sebagai lembaga yang menjalankan fungsi legislasi dapat membuat beberapa aturan hukum baru untuk mengawasi MK sebagai suatu lembaga negara, putusan-putusan yang telah dikeluarkan, perbaikan adminitrasi dan pengawasan terhadap Hakim Mahkamah Konstitusi.

Creator

CICI AMBIYAPUTRI

Identifier

http://etd.unsyiah.ac.id//index.php?p=show_detail&id=15106